Home | Registration | Login | RSSJemuah, 17/05/2024, 17:55

Teguh Hardi Murtad Fotografi

Menu Saji
Kemurtadan
Waton Njeplak [44]
Nyelathu Umuk Goblog Keblinger
Sajak Njeplak [17]
Login form
Login:
Password:
Main » 2009 » August » 22
Damaiku adalah sebelah-menyebelahnya Islam, Nasrani duduk bersila diselingi pewaris Kejawen yang tenang di riuh Zikir Manakib bergema.

Rumahku tidak besar dan lengang tak berperabot macam rupa. Ruang tamunya cuma ada kursi lemari yang bila digeser kepinggir, 20 orang dapat duduk mengitar di lantai. Menjadi masuk akal jika ritual mingguan Yasinan, Tahlilan bahkan selametan tak membikin pusing jika harus digelar di situ.

Dan seperti di satu malam, tepat sehari setelah Ritz-Carlton dan JW Marriot menjadi teras berita di media-media, puluhan tetangga duduk bersila dan bercengkrama dalam sebuah selametan. Sebuah kerumunan lengkap dengan kepulan asap tembakau, pekat sesak bau menyan, dan kostum-kostum khas ndeso.

Di antara banyak yang berpeci dan bersarung layaknya pengikut NU yang taat, tak sedikit yang berbaju berbeda. Meski pakaian bukan simbol keyakinan, aku sudah hafal mana yang mbah-mbah sebelah rumah perapal primbon kejawen, mana tetanggaku yang Nasrani, dan mana-mana pula tetanggaku yang tidak jelas Tuhannya. Mereka datang sebagai saudara untuk mendoakan Bapak yang baru saja pulang sehabis disayat-sayat oleh dokter bedah.

Sudah menjadi adat bahwa ritual bukan halangan untuk tetap rukun dengan tetangga sekitar. Tetangga Nasraniku pun tak protes dan ngedumel di belakang karena diundang untuk mendengarkan Manakib Syekh Abdul Qodir Jaelani dibacakan.

Pak kyai yang ditunggu pun akhirnya muncul buat mengomando selametan. Dia adalah guru waktu aku kecil belajar membaca Arab gundul dan fasih bertutur bahasa negeri onta meski belum pernah kesana. Aku menyebutnya Pak Zen, panggilan takzim dari Zaini. Walau cuma tiap lebaran ketemu dan aku sudah lupa hibah ilmunya, dia tetap sumringah bertanya tentang kabar bekas muridnya. Setelah dipersilahkan memulai, Pak Zen pun uluk salam dan memberikan ujaran tentang maksud selametan.

Inti hajatan diisi dengan bacaanTahlil disambung zikir manakib warisan sufi dari Jailan. Sebuah zikir yang ditulis secara turun-temurun oleh para pengikut tarekat Qodiriyah. Sempat terdengar Pak Zen mengingatkan untuk khusyuk dan tenang. Zikir ini katanya adalah suci, bagi yang memegang kitabnya disyaratkan berwudhu terlebih dahulu.

Bagi tetangga berpeci tentu tak menjadi masalah mengikuti kidung-kidung arab yang dipapah Pak Zen. Sebaliknya, bagi mbah-mbah kejawen dan gembala-gembala Yesus tetanggaku, pastinya kelu jika harus memaksa ikut bersuara. Tapi semangat toleransi dan kerukunan bertetangga dari penjuru kampungku itu ternyata mampu menutup celah untuk menggerutu. Sebuah kearifan lokal dari penduduk yang tak pernah berkenalan dengan Rene Guenon, apalagi Frithjof Schuon yang mumpuni berfilosofi perbedaan agama.

Dua jam selametan berjalan, damai sebelum dan sesudahnya tak sedikitpun berubah. Tetangga-tetangga tetap berpamitan dengan senyum meninggalkan doa buat Bapak. Doa dari beragam keyakinan, ikhlas terbebas dari peng-kotakan Tuhan.

Category: Waton Njeplak | Diserat: 23/08/2009 | Caci Maki (1)

Bendera Bunderan HI

Tag Board

Blog buat murtad motret
,