Home | Registration | Login | RSSJemuah, 17/05/2024, 15:47

Teguh Hardi Murtad Fotografi

Menu Saji
Kemurtadan
Waton Njeplak [44]
Nyelathu Umuk Goblog Keblinger
Sajak Njeplak [17]
Login form
Login:
Password:
Main » 2009 » August » 18
Rinduku rindu pembebasan
Ketika bala setan segelar sepapan
Bertombak nafsu defile berjalan
Berderak menyerbu segala jurusan

Rinduku rindu Perang Badar
Mengumbar lapar dari burung nazar
Mematuk bangkai bernyawa sementara sadar
Latah pada bulan tak lama benar

Rinduku rindu palsu bertopeng Tuhan
Bulur syahwat menjadi mala kiasan
Rutinitas pada 30 hari yang konon penuh rahman
Rinduku masih setia pada setan di akhir bulan

Rinduku rindu bosan
Rinduku rindu perubahan
Rinduku rindu Tuhan
Rinduku rindu pada Ramadhan

Category: Sajak Njeplak | Diserat: 18/08/2009 | Caci Maki (0)

Kang Togog otaknya benar-benar dibikin mogok pada satu petang menjelang Maghrib. Sembari memijit-mijit papan ketik di depannya, urat mukanya kosong dan tegang. Lembaran spreedsheet berisi angka-angka dengan banyak nol membujur ke bawah seperti sampai pada prostatnya. Enam digit angka dengan tanda minus di depannya membuatnya tak lekas bangkit dan terus mlongo melihat hasil perhitungan tambah kurang penghasilannya tiap bulan. Keinginannya yang banyak macam tiba-tiba menciut. Kali ini Kang Togog rontok kepongahannya. Dia tekor.

Masa membujangnya yang dibilang kawan-kawannya cukup lama jam terbangnya, memberikan kontribusi besar dalam ketidakcermatannya mengawasi kemana pundi-pundi recehnya pergi. Kang Togog yang dikamar sempitnya cuma berteman komputer, cukup ceroboh tidak menghitung-hitung hari depannya. Sebagai bujang normal suatu saat Kang Togog sadar harus berbini dan tentu saja harus memikirkan sebuah kediaman yang layak buat membikin anak kelak. Digit minus yang dihitungnya akhirnya membuatnya melek bahwa ia harus menyiapkan celengan untuk meminang seorang istri yang akan ikhlas telanjang tiap malam dan menyeduh kopi tiap pagi.

Kesadaran ganjil Kang Togog ini muncul ketika pagi harinya sebuah pesan pendek memberi kabar bahwa ia baru saja menjadi seorang om. Seorang keponakan perempuan baru lahir dan akan segera memanggilnya Om Togog, Om Gog, Om Tok , dan lain-lainnya. Tapi yang jelas, Kang Togog saat ini buntu dan merasa sangat bermasalah.

Persoalannya cuma satu, Kang Togog tak tahu dari mana celengannya harus diisi. Kran penghasilannya setelah dipotong pengeluaran rutin tiap bulan ternyata tidak bersisa, kalaupun ada itupun cuma cukup buat bayar parkir motor sehabis berlagak kaya di mall.

Kang Togog benar-benar terancam kedaulatan damai berpikirnya.

Otak belakangnya bertambah ruwet. Wujud keponakan yang dijenguknya selepas Isyak sekonyong-konyong nylonong menampar mukanya.
Pok!

"Om Togog...kapan ngasih aku kawan bermain?"

Bayi kecil itu seolah sudah rewel sebelum waktunya. Kang Togog menjadi tertegun. Tak lama benar Kang Togog membalas sang bayi dengan senyum pahit bibir hitamnya.

Dilluar kamar klinik bidan, Kang Togog kunyah asap batang kretek hanya supaya tetap sadar bahwa bayi tadi masih mungil dan mirip bapaknya.

Batin Kang Togog kemudian tertuju pada Niels Mulders ketika menyebut orang Jawa sebagai kaum seremonial. Kang Togog mulai membayangkan pasti akan ada ritual-ritual khusus yang akan digelar kawannya selaku seorang bapak baru merayakan hasil konspirasi bersama istrinya itu. Bukan bayangan suka cita yang tampak, bagi Kang Togog, seremoni-seremoni itu adalah pengali baru untuk digit minus yang masih digdaya menotoknya tadi.

Tapi tampaknya Kang Togog masih untung, tersebab masih punya banyak kawan yang lebih bijak darinya.

Di karpet merah sebuah kamar yang rudin, seorang berpostur sejahtera dengan sabar berujar kisah perjuangannya membangun sebuah keluarga. Dengan santunnya kawan itu bertutur bahwa niat baik adalah sebuah kesempatan yang tak berjalan buntu. Tuhan dikatakannya akan selalu membantu. Dalam sempitnya waktu, dengan segala penyerahan kepada sang Tuhan akhirnya masa paling tidak siap dalam siklus hidup sang kawan berhasil dilewati.

Kang Togog merasa semakin pagan namun tercerahkan.

"Lagi-lagi Tuhan jadi pelarian" sergahnya.

Tuhan memang hebat.
Category: Waton Njeplak | Diserat: 18/08/2009 | Caci Maki (0)

Bendera Bunderan HI

Tag Board

Blog buat murtad motret
,