|
Main » 2009 » July » 01
foto: 4.bp.blogspot.com
Seorang punggawa LSM pembela konsumen mendadak gusar dengan BLT yang dibagi-bagi selama ini.
Tidak merokok harus menjadi salah satu syarat penerima dana bantuan langsung tunai (BLT) supaya pelaksanaan program pemerintah itu tepat sasaran. Demikian lantangnya kata-kata ini hingga menohok paru-paru coklat kekuningan para kaum miskin.
Belum puas menghujat orang-orang miskin perokok, priyayi itu berseloroh, "Sebab bagaimana mungkin rokok yang tidak bermanfaat dan memberikan efek negatif malah menjadi prioritas tertinggi di masyarakat miskin,"
Mampus!
Sodoran angka-angka bisu dipampang, sekitar 50 persen dana BLT itu digunakan masyarakat untuk membeli rokok. Penerima BLT ada sekitar 19 juta rumah tangga sasaran (RTS), sementara dua pertiga rumah tangga miskin di Indonesia adalah perokok aktif. Dari analisis tersebut, ternyata 50 persen dari 19 juta RTS itu, dana BLT dialokasikan untuk membeli rokok.
Para miskin pemuja kretek diam, melongo mendengarkan ceramah, "Kondisi itu jauh dari pemanfaatan yang diarahkan pemerintah untuk dana BLT itu sebab ketika RTS mengalokasikan untuk rokok, berarti menggeser kepentingan pendidikan dan kesehatan."
Memang pintar benar orang kaya ini berujar.
Menurut dia, kalau dalam konteks pengendalian tembakau, untuk mengentaskan kemiskinan tersebut bukan melalui program BLT, tetapi bagaimana pemerintah memutus mata rantai ketergantungan warga miskin terhadap tembakau, seperti menaikkan cukai rokok. Semakin sedih kami para kaum klepas klepus mendengar ancaman ini.
Orang miskin juga berhak membela.
Beri satu jeda agar kami, kaum miskin perokok menyampaikan pledoi kepada saudara2 yang kaya, pintar dan tidak merokok .
Kami tidak pernah mengusik pekerjaan dan status tuan-tuan sekalian. Sudah cukup sibuk dan kewalahan kami menjadi babu-babu kemelaratan. Kretek harga lima keping gopek sudah cukup untuk melupakan sejenak jerit lapar anak bini.
Saat lembaran merah dari pemerintah dibagikan, jerit-jerit lapar itu sebentar tertahan, jika uang yang banyak itu disita, apakah tuan yang kaya, pintar dan tidak merokok mau menggantinya?
Kami memang miskin, tapi tidak rakus.
Saya tidak sepintar para tuan mengadu debat mencari kesalahan yang bukan porsi kami.
Tuan-tuan cukup menjadi miskin untuk bisa paham.
|
|
|
|