Dia melantun ayat itu kembali. Tak berdaya bibirnya dan begitu sulit mengeja satu demi satu guratan firmanNya. Dada berdetak sebegitu kencang sampai tak kuasa air matanya jatuh di lembaran suci yang tipis.
Tersadar dia telah meninggalkanNya di sepanjang gulana yang memasung. Satu, dua, tiga.. dia ingat sebegitu kuasa diriNya menyentuh hingga keluh serasa tak berujung. Keluh yang membangunkannya di keheningan malam-malam kusam. Dia tutup dan sudahi kesah, tersadar bahwa ”Mukjizat” itu nyata..
Dia harap bercermin kepadaNya. Tapi tak bisa hilangkan belenggu ragu pada dirinya..
"Sudahlah..." Dayang Sumbi membatin perih.
Jejaka Sangkuriang membisik pelan, sedikit sesak tertahan;
" Dayangku, barangkali kau lupa satu serpih yang tak bisa tersisih,
Serpih di mana Dia tidak pernah meninggalkanmu,
Tetap di urat nadi meski kau sangka telah merehatnya. "
" Dia tetap welas asih. Dia tidak timpang dalam menimbang. "
" Dia hanya mencinta dengan cara berbeda di setiap hamba."